Cerita Pernikahan yang Gak Kalah `So Sweet` ...
Cerita
inipun saya dapat dari sang teman tersayang, entahlah dia dapet
darimana...? Mungkin ini pengalaman pribadi sahabat karibku yang jelas
saya sangat suka! semoga bisa diamalkan nantinya, aamiin ^o^
Buat
Yang Udah Nikah, Mau Nikah, punya Niat untuk nikah,Bertengkar adalah
phenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga, kalau ada
seseorang berkata: "Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya !"
Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristeri,atau ia tengah berdusta.
Yang
jelas kita perlu menikmati sa'at-sa'at bertengkar itu, sebagaimana
lebih menikmati lagi sa'at sa'at tidak bertengkar Bertengkar itu
sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja dihantarkan dalam muatan
emosi tingkat tinggi.
Kalau
tahu etikanya, dalam bertengkarpun kita bisa mereguk hikmah, betapa
tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung
muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi
yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih mudah dicerna ketimbang
basa basi tanpa emosi.
Salah
satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala kita
bertengkar, dari beberapa perbincangan hingga waktu yang mematangkannya,
tibalah kami pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalau pun
harus bertengkar, maka :
1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama'ah
Cukup
seorang saja yang marah marah, yang terlambat mengirim sinyal
nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah
pantang berjama'ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi meriah.
Ketika
ia marah dan saya mau menyela, segera ia berkata "STOP" ini giliran
saya ! Saya harus diam sambil istighfar. Sambil menahan senyum saya
berkata dalam hati : "kamu makin cantik kalau marah,makin energik ..."
Dan
dengan diam itupun saya merasa telah beramal sholeh, telah
menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi...
"duh kekasih... bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega,
maka dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu ...."
Demikian
juga kalau pas kena giliran saya "yang olah raga otot muka",
saya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang
tersinggung adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar
kuman, dan saya tidak berani marah sama siapa siapa kecuali pada isteri
saya :)
Maka
kini giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang sampah.
Pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus berjama'ah, sebab
ada sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan secara berjama'ah selain
marah :)
2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat masa
Siapapun
kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab masa silam
adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah.
Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan
terbentang mulai hari ini hingga ke depan.
Dalam
bertengkar pun kita perlu menjaga harapan, bukan
menghancurkannya. Sebab pertengkaran di antara orang yang masih
mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang pertengkaran dua
hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian
mahal dibangunnya.
Kalau
saya terlambat pulang dan ia marah, maka kemarahan atas keterlambatan
itu sekeras apapun kecamannya, adalah "ungkapan rindu yang keras". Tapi
bila itu dikaitkan dengan seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal
bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh.
Bila
teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula),
sepedas apapun saya marah, maka itu adalah "harapan ingin disayangi
lebih tinggi".
Tapi
kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya kemarin dan tiga hari
lewat, plus tuduhan "Sudah tidak suka lagi ya dengan saya", maka saya
telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa
lalu, ups saya telah membunuhnya, membunuh cintanya. Padahal kalau
cintanya mati, saya juga yang susah ... OK, marahlah tapi untuk
kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun milik hari
ini...
3. Kalau marah jangan bawa bawa keluarga !
Saya
dengan isteri saya terikat baru beberapa masa, tapi saya dengan ibu dan
bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian
juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu
tidak menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40).
Saya
tidak akan terpancing marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi
kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak
saya menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini
selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah
"awal cinta yang panas ini".
Kata ayah saya : "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak".
Memarahi
orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma'afnya dari
pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..". Dunia
sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah tambah dengan memusuhi
mertua!
4. Kalau marah jangan di depan anak anak !
Anak
kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia
tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka
harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tua nya
bertengkar, bingung harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya.
Membela ibu, tapi itu 'kan bapak saya.
Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :
* Ibu : "Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu datang main suruh begitu, emang saya ini babu ?!!!"
*
Bapak : "Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan
aku harus mencari lebih banyak untuk itu, saya datang hormatmu tak ada,
emang saya ini kuda ????!!!!
* Anak : "...... Yaaa ...ibu saya babu, bapak saya kuda .... terus saya ini apa ?"
Kita
harus berani berkata : "Hentikan pertengkaran !" ketika anak
datang, lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan.
Pada tawa-nya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia
mendengar kata basi hati kita ???
5. Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat !
Pada
setiap tahiyyat kita berkata : "Assalaa-mu 'alaynaa wa
'alaa 'ibaadilahissholiihiin" Ya Allah damai atas kami, demikian juga
atas hamba hambamu yg sholeh .... Nah andai setelah salam kita cemberut
lagi, setelah salam kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita
telah mendustai-Nya, padahal nyawamu ditangan-Nya.
OK,
marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis maghrib harus terbukti
lho itu janji dengan Ilahi ..... Marahlah habis shubuh, tapi jangan
lewat waktu dzuhur, Atau maghrib sebatas isya ... Atau habis
isya sebatas....??? Nnngg....... Ah kayaknya kita sepakat kalau habis
isya sebaiknya memang tidak bertengkar ... :)
6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema'afkan
(Hikmah
yang ini saya dapat belakangan, ketika baca di koran resensi sebuah
film). Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar
hanyalah "proses belajar untuk mencintai lebih intens" Ternyata ada yang
masih setia dengan kita walau telah kita maki-maki. Ini saja,
semoga bermanfa'at, "Dengan ucapan syahadat itu berarti kita menyatakan
diri untuk bersedia dibatasi".
sumber:http://pilarwawasan.blogspot.com
Posting Komentar untuk "Cerita Pernikahan yang Gak Kalah `So Sweet` ..."